Referensi Buku : Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna

RECOMMENDED BANGEEEEEEEET !!!!!


Trilogi Negeri 5 Menara yang berbentuk novel ini merupakan buku yang bagus untuk dibaca oleh semua lapisan usia masyarakat. Buku Negeri 5 Menara adalah sebuah novel yang bersifat universal dengan nilai-nilai yang dikandungnya. Novel Negeri 5 Menara mampu memberikan warna dan sudut pandang lain mengenai sebuah pondok pesantren ( Spirit, Soul, Sosial, Budaya, Pendidikan, dan Spiritualitas ).

Jargon utama dalam Negeri 5 Menara adalah MAN JADDA WAJADA. Kalimat ajaib berbahasa Arab ini bermakna ringkas tapi tegas : ”Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil”
 
Kata mutiara sederhana yang sangat kuat yang terus menjadi kompas kehidupan para tokoh di novel ini.
Man jadda wajada adalah pesan utama sepanjang novel ini. Tentu Anda punya pengalaman pribadi meraih sukses setelah bersungguh-sungguh dan  kerja keras. Sukses di sini dalam arti luas, bisa sebuah keberhasilan menang lomba 17-an, lulus ujian, dapat kerja, mendapat pasangan hidup, sukses karir, sampai sukses spritual. 

 



Andy F. Noya, host talkshow KickAndy
“Kisah inspiratif dengan selipan humor khas pondok. Jarang ada novel yang bercerita tentang apa yang terjadi di balik sebuah pondok yang penuh teka -teki. Buku ini sarat dengan vitamin bagi jiwa kita.”

BJ Habibie
"Novel yang berkisah tentang generasi muda bangsa ini penuh motivasi, bakat, semangat, dan optimisme untuk maju dan tidak kenal menyerah, merupakan pelajaran yang amat berharga bukan saja sebagai karya seni, tetapi juga tentang proses pendidikan dan pembudayaan untuk terciptanya sumberdaya insani yang handal."

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan , bermain sepak bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.

Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya, belajar di pondok.

Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.

Dia terheran-heran mendengar komentator sepak bola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris,  merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.

Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.





Ranah 3 Warna, buku ke-2 dari trilogi Negeri 5 Menara sudah beredar pada tanggal 23 Januari 2011 di seluruh toko buku di Indonesia. 




Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.

Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah?

Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya: “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah.

Rupanya “mantra” man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat “mantra” kedua yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya?
Kemana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang Indian dan Michael Jordan dan Ksatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh?
 

0 komentar:

Posting Komentar